Wednesday, September 30, 2015

HARI PANGAN SEDUNIA: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku

Artikel Lomba Hari Pangan Sedunia 2015 diselenggarakan PERGIZI PANGAN Indonesia



HARI PANGAN SEDUNIA: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku

        Jika kita berbicara tentang Hari Pangan Sedunia, maka tidak akan terlepas dari dua hal yaitu Pangan dan Gizi. Pangan dan gizi merupakan komponen penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Semakin baik kualitas pangan Indonesia akan semakin baik pula citra bangsa di dunia internasional. Hal ini menunjukan betapa pentingnya pangan dan gizi bagi berdirinya sebuah bangsa, karena bahkan duniapun telah mengakuinya. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya Food and Agriculture Organization (FAO), sebuah organisasi pangan dan pertanian dunia yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Di Indonesia sendiri, pembahasan mengenai pangan dan gizi juga menjadi hal yang sangat diperhatikan. Bahkan visi pendirian Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia adalah “Gizi dan Pangan Mewujudkan Generasi Sehat dan Cerdas”.

Pangan dan gizi seolah menjadi sebuah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah dan berdiri sendiri serta selalu berkaitan dengan petani, pihak yang bisa disebut sebagai pejuang pangan dan gizi. Meskipun pekerjaan sebagai petani sering dianggap remeh, tetapi perannya tidak semudah itu bisa kita remehkan. Bahkan dalam sebuah buku berjudul “Di Bawah Bendera Revolusi”, Bung Karno menulis, “Di tangan dan punggung petani terletak masa depan pangan, dia adalah soko guru bangsa”. Sudah jelas bahwa dalam memahami masa depan pangan selalu butuh petani. Hal ini semakin mempertegas bahwa sebutan “petani tulang punggung pangan dan gizi bangsaku”, bukanlah hal yang berlebihan bila dipersembahkan untuk para petani.

Sumber utama pangan adalah pertanian yang tidak hanya mencakup kegiatan bercocok tanam, tetapi juga perkebunan, peternakan, perikanan, maupun kegiatan produksi pangan lainnya. Dengan adanya kegiatan pertanian akan meningkatkan kestabilan lingkungan hidup. Selain sebagai sumber pangan, banyak manfaat yang diperoleh dari adanya lahan pertanian, seperti terciptanya udara yang segar, bersih, dan sehat. Tidak seperti kota-kota besar layaknya Jakarta, Bekasi, dan karawang yang mengalihfungsikan lahan-lahan produktif menjadi sarana pembangunan gedung, serta perusahaan-perusahaan yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.

Dalam pelaksanaan semua kegiatan, pangan menjadi hal yang paling penting, bahkan saat terjadinya bencana alam sekalipun pasokan pangan dan gizi menjadi hal utama yang paling dibutuhkan untuk bertahan hidup dalam kondisi yang buruk. Jadi sangat tepat jika kita sebut petani sebagai ujung tombak ketahanan pangan serta petani hidup dan mati bangsaku. Jika sudah tidak ada lagi pangan di suatu negara, maka tamatlah riwayat negara tersebut. Merasakan betapa besarnya peranan petani pejuang pangan dan gizi bangsaku, maka tidak salah jika kita sebut petani sabagai pahlawan tanpa tanda jasa kedua setelah guru.

Seperti kita ketahui bahwa Negara Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris yang bersemboyankan gemah ripah loh jinawi, negara yang terkenal  mashur dan subur tanahnya. Bahkan ada satu lagu yang menyebutkan tongkat kayu bisa menjadi tanaman. Sungguh negeri yang kaya bukan? memiliki sejuta kekayaan pangan melimpah yang tersebar merata dari Sabang hingga Merauke. Jika melihat fakta tersebut, harusnya produksi pangan di Indonesia bisa mencukupi kebutuhan pangan seluruh masyarakatnya. 

Tapi ironisnya, Indonesia kini justru menggantungkan kebutuhan pangan melalui proses impor dari negara lain. Tampaknya, kemakmuran dan kesejahteraan makin jauh dari jangkauan petani kita. Petani didera kebijakan pemerintah dan tekanan korporasi. Sudah bibit tanaman tidak punya, pupuk yang langka saat tanam padi, menjelang panenpun pemerintah malah mengimpor beras. Ibarat ayam mati di lumbung padi. Begitulah gambaran kondisi nasib petani di Indonesia saat ini. Negeri di lintasan garis khatulistiwa, menjadikan masyarakat di negeri ini bermata pencaharian sebagai petani sejak berabad-abad lamanya, kini justru tersisihkan. Kesenjangan ekonomi yang semakin tajam tragisnya membuat petani yang memproduksi pangan justru kerap kekurangan pangan alias kelaparan. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia keluarga petanilah yang menjadi korban penyakit busung lapar.

Untuk meningkatkan jumlah pangan dan gizi, serta menegakkan kedaulatan pangan perlu komitmen dan kebijakan politik dari pemerintah. Petani tidak lagi dipandang sebelah mata. Revitalisasi pertanian perlu segera dilakukan, untuk menghidupkan lahan-lahan produktif.  Diawali dengan peninjauan ulang terhadap kebijakan yang merugikan petani, evaluasi sistem penguasaan dan penggunaan lahan. 

            Kemudian dilakukan perlindungan terhadap lahan-lahan produktif, distribusi lahan dan menyiapkan pertanian yang berorientasi pada keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Selain itu, juga memberikan akses demokratisasi ekonomi dan politik pada kaum tani sehingga ada organisasi tani yang kuat dan mandiri. Hal itu akan menjadi tulang punggung perubahan dalam mencapai kesejahteraan kaum tani dan kedaulatan pangan Indonesia. Selamat Hari Pangan Sedunia 2015, semoga apa yang menjadi visi Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia untuk mewujudkan generasi sehat dan cerdas bisa terealisasikan. Salam Baper (Semangat dalam Membawa Perubahan), jayalah petani Indonesia!