TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka
1.
Jelaskan
pandangan saudara tentang kontribusi agama dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa!
Jawab:
Menurut pandangan saya Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara
individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh
Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam faktanya
manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya,
di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola
dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat
mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut
adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak
memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan. Al-Quran
sangat jelas menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama,
Al-Quran mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama
tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul.
Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai
kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena
berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan. Kedua, Al-Quran
menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang
terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran. Ketiga,
Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan
persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu,
masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan
terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta
sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran.
2. Di antara prinsip-prinsip yang diajarkan
oleh Al-quran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa adalah prinsip
persamaan, persatuan dan tolong-menolong. Jelaskan maksud masing-masing prinsip
tersebut!
Jawab:
Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Beberapa
prinsip yang diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:
a. Prinsip persatuan dan persaudaraan.
Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama,
Al-Quran mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama
tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul.
Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai
kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena
berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan. Kedua, Al-Quran
menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang
terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran. Ketiga,
Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan
persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu,
masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan
terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta
sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh sebab itu tidak ada alasan
bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang akan
menghancurkan umat Islam sudah didepan mata.
b. Prinsip persamaan.
Ayat di dibawah ini
secara jelas mendeskripsikan proses kejadian manusia. Dalam ayat tersebut
dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari pasangan laki-laki dan
perempuan. Kemudian dari pasangan tersebut lahir pasangan-pasangan
lainnya.Dengan demikian, pada hakekatnya, manusia itu adalah “satu keluarga”.
Proses penciptaan yang “seragam” itu merupakan bukti bahwa pada dasarnya semua
manusia adalah sama. Karena itu, manusia memiliki kedudukan yang sama.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang
laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-HUjarat/49:13)
c. Prinsip kebebasan.
makna kebebasan dalam
kacamata teologi Islam ialah manusia memiliki kebebasan dalam memilih.Adanya
pemberikan reward and punisment merupakan suatu indikasi bahwa manusia itu
bebas melakukan pilihan-pilihan. Semua keputusannya dalam melakukan
pilihan-pilihan tersebut akan ditunjukkan kepadanya pada hari kiamat nanti
untuk dipertanggung jawabakan di mahkamah (pengadilan) ilahi. Allah
berfirman dalam QS.99 : 7-8 :
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat
zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.
Hal ini berarti bahwa
dalam pandangan Islam, manusia bebas untuk memilih, bebas untuk menentukan,
karena pada akhirnya dia yang harus bertanggungjawab terhadap semua
perbuatannya ; karena itulah maka ada reward atau punishment dari Allah
Swt.Dengan demikian, makna kebebasan dalam konteks ini bukanlah kebebasan
sebagaimana dalam faham liberalisme yang tidak dikaitkan dengan masuliyah di
akhirat. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak , karena kekebasan
seperti itu hanya akan mengarah kepada paradigma kapitalis mengenai laisssez
faire dan kebebasan nilai (value free). Kebebasan dalam pengertian Islam adalah
kekebasan yang terkendali (al-hurriyah al-muqayyadah).
d. Prinsip tolong-menolong.
Diriwayatkan dalam
sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda,
''Dunia ini hanya untuk
empat golongan manusia: (satu di antaranya) hamba Allah yang mendapat harta dan
ilmu, lalu ia bertakwa kepada Allah dalam mengelola hartanya tersebut, dan
menyambung silaturahim, dan ia sadar bahwa hartanya itu adalah hak Allah.
Itulah kedudukan yang paling baik (bagi seorang hamba Allah).''
Islam mengajarkan bahwa harta dan kekayaan
mengandung fungsi sosial dan merupakan sumber kehidupan bagi anggota masyarakat
lainnya. Dalam rangka menegakkan dasar-dasar kehidupan bersama serta mewujudkan
tatanan sosial dan ekonomi berkeadilan, maka sangat diperlukan semangat
tolong-menolong di antara seluruh lapisan masyarakat. Tolong-menolong yang
dimaksud di sini tiada lain dalam konteks kebaikan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Sebaliknya, Islam melarang tolong-menolong yang menjurus kepada dosa dan
permusuhan.
e. Prinsip perdamaian.
Perdamaian dan hidup
damai adalah cita-cita Islam dan prinsip yang telah ditanamkan ke dalam jiwa
tiap muslim sejak ia memancarkan sinarnya di atas bumi Allah ini. Perdamaian
dan cinta damai sudah menjadi bahagian dari hidup umat Islam dan menjadi
bahagian dari aqidah yang duah mendarah mendaging. Islam sejak diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw. menyebarkan benih perdamaian dan mengajak umat
manusia hidup damai dan rukun, bebas dari ketakutan dan bayangan peperangan dan
pertumpahan darah. Karenanya kampanye perdamaian yang didengung-dengungkan masa
kini, bukanlah hal baru dan bukanlah masalah yang asing bagi umat islam.
f. Prinsip musyawarah.
Islam telah menganjurkan musyawarah & memerintahkannya
dalam byk ayat dalam al-Qur’an, ia menjadikannya sesuatu hal terpuji dalam
kehidupan individu, keluarga, masyarakat & negara; & menjadi elemen
penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang
beriman dimana keIslaman & keimanan mereka tidak sempurna kecuali
dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus, yaitu surat as syuura,
Allah berfirman: (Dan (bagi) orang-orang yg menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya & mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dgn musyawarat antara mereka; & mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yg kami berikan kpd mereka.) (Al
Qur’an Surat: as Syuura: 38)
Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah
Subhanahu wa ta’ala menyuruh rasulnya melakukannya, Allah berfirman: (Dan
bermusyawaratlah dgn mereka dalam urusan itu.) (Al Qur’an Surat: Ali
Imran: 159)
3. Musyawarah adalah salah satu cara yang
sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam memecahkan masalah yang timbul dalam
masyarakat. Bagaimana pandangan Islam tentang musyawarah dan apa kaitannya
dengan usaha mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa?
Rambu-rambu Jawaban
Tugas 3. Dalam soal yang ketiga ini khusus prinsip musyawarah harus Anda
pahami. Cara menjawabnya Anda dapat memulainya dari menjelaskan pengertian musyawarah
dari segi bahasa, kemudian menurut istilah dan teruskan dengan menjelaskan
tentang arti penting musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang baik untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan
Jawab:
Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar, setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa hal-hal yang berhubungan dengan ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya kepada Rasul. Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir.
Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar, setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa hal-hal yang berhubungan dengan ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya kepada Rasul. Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir.
Setelah perang Badar
usai dan mendapat kemenangan yang mampu menawan pasukan musuh sebanyak 70
orang, Rasul bermusyawarah dengan para sahabat tentang perlakuan terhadap para
tawanan dengan pilihan; dibebaskan semuanya, dibunuh semuanya atau diberikan
kebebasan untuk menebus diri mereka. Tegasnya seluruh perintah yang bukan wahyu
dan yang menyangkut kepentingan orang banyak Rasul berpesan: “Antum `alamu bi
umuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu).
Pelaksanan hasil
musyawarah pula dalam Alquran Allah berfirman: “Dan bermusyawarahlah kamu
dengan mereka dalam urusan itu, maka apabila telah bulat hatimu, maka
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal.” Dengan perkataan lain bahwa apabila keputusan hasil musyawarah
telah disepakati maka dengan ketetapan hati keputusan itu harus dilaksanakan
dengan menyerahkan diri kepada Allah. Ironinya dalam kehidupan kita meski
keputusan telah diambil dengan kesepakatan bersama, namun tak jarang hasilnya
tidak berani dijalankan. Hal ini persis seperti musyawarah tikus untuk
mengetahui kedatangan kucing-musyawarah itu digelar dengan satu kata putus
yaitu dengan cara mengikat lonceng di leher kucing. Namun ketika hasil
musyawarah ini hendak dijalankan tidak seekor pun para tikus yang bersedia
mengikat lonceng di leher sang kucing---tentunya sebuah keputusan yang sia-sia.Untuk
mempertegas ayat di atas, kita ikuti musyawarah Rasullullah dalam menghadapi
perang Uhud. Rasul bermusyawarah dengan segenap pasukan muslim untuk menetapkan
apakah musuh dihadapi dalam kota atau diluar kota. Rasul pribadi dan sebagian
para sahabat berpendapat sebaiknya musuh dihadapi di dalam kota. Sebaliknya
sebagian yang lain dan kebanyakan suara dari kalangan para pemuda berpendapat
supaya musuh dihadapi di luar kota, pendapat ini didukung oleh massa terbanyak.
Akhirnya Rasul memutuskan untuk melawan musuh di luar kota. Sesudah Rasul
memakai pakaian perang para pemuda yang membuat usul untuk menghadapi musuh di
luar kota mencabut usulnya dan mendukung pendapat Rasul yaitu berperang di
dalam kota dengan mempergunakan segala sumber daya yang ada, fasilitas kota
yang istilah sekarang sering disebut dengan istilah “perang semesta”. Hal itu
ditolak Rasul dengan mengatakan: “Tidak layak bagi seorang Nabi apabila telah
memakai pakaian perang lalu menanggalkannya kembali sebelum Allah memberi
putusan antara diri dan musuhnya. Perhatikanlah apa yang saya perintahkan
kepadamu dan turutilah dia dan kemenangan pasti berpihak kepadamu selama kamu
tetap sabar”
Semua kita wajib
melaksanakan semua ketetapan yang telah diputuskan apa pun risikonya. Intinya
adalah syura telah menjadi dasar utama dalam pemerintahan sebuah negara, inilah
dasar politik pemerintahan dan masyarakat dalam perang dan damai. Dalam Surat
Asyura ayat 38 Allah berfirman: “Dan orang-orang yang memperkenankan perintah
Tuhan mereka dan mendirikan shalat dan segala urusan mereka dan
bermusyawarahlah diantara mereka dan mereka menginfaqkan apa yang telah kami
berikan.”
Ayat ini memberi
gambaran bahwa musyawarah pasti timbul dengan adanya jamaah. Setiap muslim
wajib menjunjung tinggi panggilan Tuhannya lalu mengerjakan shalat
bersama-sama. Mengerjakan shalat berjamaah harus selalu diawali dengan
musyawarah, terutama dalam menetapkan imam yang memimpin shalat berjamaah, dan
dengan sabar para jamaah mau menginfaqkan hartanya untuk kemashlahatan.
Waktu di Mekkah kaum
Muslim merupakan kelompok kecil, maka timbullah musyawarah dalam skala kecil,
dan setelah di Madinah, umat Islam telah berubah menjadi kelompok besar, maka
timbullah musyawarah dalam skala besar, masyarakat yang masih terbatas dalam
kota Madinah musyawarah dilaksanakan dalam Masjid Rasul. Rasul menganjurkan
untuk terus bermusyawarah-sampai kepada masyarakat paling kecil sekalipun
seperti sekelompok orang melakukan perjalanan untuk mengangkat seorang amir
atau ketua rombongan dengan musyawarah. Demikian pula dengan Khalifah setelah
Rasullullah mengangkat amir atau wali di wilayah Islam dengan kewajiban antara
lain menghidupkan kembali sistem aturan musyawarah ini.
Pertumbuhan dan
perkembangan musyawarah Islam hampir sama dengan pertumbuhan demokrasi di
kota-kota Yunani kuno di mana pemungutan suara dilakukan secara langsung
kemudian demokrasi itupun berkembang sesuai zaman dan tempat, ruang dan waktu.
Yang sangat penting perlu diketahui bahwa Rasul tidak meninggalkan wasiat yang
rinci tentang sistem dan cara menyusun serta melaksanakan demokrasi itu.
Padahal dengan ilham Allah Rasul telah mengetahui sepeninggal beliau Islam akan
berkembang ke segenap penjuru dunia. Allah dan Rasulnya tidak mengikat kita
dengan salah satu sistem demokrasi yang ada--karena sistem ini akan berkembang
dan terus berubah. Sebagai bahan perbandingan, bahwa Rasullullah SAW dalam
bermusyawarah telah memakai Menteri utama yaitu Abubakar dan Umar Bin Ibn
Khattab dan Menteri utama tingkat dua yaitu usman Ibn Affan dan Ali Bin
Abi Thalib--kemudian ada Menteri berenam: Saad bin Abi Waqqas, Abu Ubaidah,
Zubair bin Awwan, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman Bin Auf dan Said bin
Al-ash.Dengan demikian, karena Islam tidak mengikat dengan salah satu sistem
demokrasi maka masing-masing masyarakat Muslim bebas memilih sistem apa yang
paling sesuai dengan masyarakatnya.Hal itu adalah musyawarah yang dibuat oleh
manusia, untuk bermusyawarah dalam system pemerintahannya dengan dirinya
sendiri, sedangkan musyawarah dalam Islam adalah tukar pendapat antara
orang-orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas dari ahlul halli wal aqdi, untuk sampai pada keputusan terbaik dalam
menerapkan hukum Allah atas manusia.Oleh karena itu masyarakat dalam Islam
sangat mulia, karena ia adalah perintah Allah, tidak boleh bagi penguasa
menghapusnya untuk memaksakan kekuasaannya pada manusia: Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. ((QS. Ali Imran: 156). Sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; ((QS. Asssyuura: 38)
sedangkan dalam Negara yang menggunakan undang-undang buatan
manusia, seorang penguasa boleh membekukan konstitusi, dan memberlakukan hukum
darurat dengan alasan keamanan, disinilah terjadi sikap otoriter dan kezaliman.
Oleh karena musyawarah dalam Islam bersumber dari Tuhan, maka pemimpin muslim
yang bertakwa tidak akan merasa gusar jika mendengar kritikan dari rakyat yang
mana saja, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan menjawabnya dengan
kebesarah jiwa, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khattab kepada seorang
wanita yang membantahnya dalam masalah pembatasan Mahar: "Umar salah dan
wanita ini benar"Pentingnya masalah musyawarah dalam pandangan Islam
sehingga satu di antara 114 surat dalam AlQuran bernama “Assyura” artinya
musyawarah. Surat Assyura bersifat Makkiyah artinya Surat ini diturunkan di
Mekkah ketika kaum muslimin masih merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah
kesombongan kaum musyrikin Quraisy yang mayoritas.
TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka TUGAS 3 Pendidikan Agama Islam (MKDU4221) Universitas Terbuka
wuih lengkap daaaah
ReplyDeleteSilahkan copas dan semoga bermanfaat hehe
Delete